Tuesday, December 16, 2014

JANGAN MENCELA PEMIMPINMU



Rupiah melemah, BBM naik, kebijakan inkonsisten, bencana dimana-mana. Kadang tanpa kita sadari yang terucap adalah mencela pemimpin untuk melampiaskan emosi. Ucapan terkadang ringan dimulut, seakan-akan angin yang berhembus tanpa ada yang menghalanginya, sehingga ada sebagian orang yang membuat hamba Allah tersakiti, dan murka, bahkan “menyakiti” Allah ketika mencela makhluk-Nya. Sebab, mencela makhluk sama dengan mencela Allah. Karenanya, Allah Ta’ala- mengajarkan kepada kita melalui lisan Nabi-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam- cara menjaga lisan dari “hobi mencela“, karena ini akan mendatangkan dosa. Mengapa kita sering membicarakan kejelekan pemerintah, namun melupakan kejelekan pribadi? Mengapa kita selalu mencela penguasa, dan tak pernah mencela berbagai penyimpangan kita? Sebenarnya, pemerintah adalah cermin rakyatnya.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau? Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu”[Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51.].
Jadi, ketika penguasa seenaknya mengeruk kekayaan negara dan memenjarakan rakyat tak berdosa, penyebabnya adalah dosa rakyat yang melalaikan kewajiban dan tenggelam dalam maksiat. Demikian pula ketika rakyat memberontak dan menjatuhkan si penguasa, itupun akibat kesalahan penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, loyal kepada orang kafir, tenggelam dalam foya-foya dan menelantarkan urusan negara.
Alhamdulillah di negeri kita telah dilantik seorang pemimpin yang baru, maka hendaknya kita sebagai seorang muslim menerima segala apa yang telah ditaqdirkan oleh Allah subhanahu wata'ala. karna apa yang kita anggap buruk bisa jadi itu baik bagi kita, begitu pula sebaliknya, apa yang sudah kita anggap baik bisa jadi itu buruk bagi kita, Allah subhanahu wata'ala berfirman: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".(TQS. Al Baqarah : 216)
Abul Walid Ath Thurthusyi rahimahullah berkata, “Jika engkau berkata bahwa para pemimpin di zaman ini tidak sama dengan para pemimpin di zaman dahulu, maka rakyat di zaman ini pun tidak sama dengan rakyat di zaman dahulu. Jika engkau mencela pemimpinmu bila dibandingkan dengan pemimpin dahulu maka pemimpinmu pun berhak mencelamu bila dibandingkan dengan rakyat dahulu. Maka apabila pemimpinmu menzalimimu hendaklah engkau bersabar dan dia yang akan menanggung dosanya…
Oleh karena itu, berkuasanya penguasa yang dzhalim bukanlah penyakit riil dari umat ini, bahkan penyakit yang riil berasal dari rakyat yang berada di bawah kekuasaan penguasa tersebut. Shahabat Ibnu ’Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda:
Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya-
1.  Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya, 
2.  Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka.
3.  Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.
4.  Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki
5.  Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih)."
Jika ingin menyalahkan jeleknya kepemimpinan pemimpin, maka rakyatnyalah yang lebih dahulu mengintropeksi diri. Karena pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya.
Ibnul Qayyim berkata, “Perhatikanlah hikmah-Nya tatkala Dia menjadikan para raja, penguasa dan pemegang tampuk pemerintahan sesuai dengan amalan yang dilakukan oleh para rakyat di dalam negeri tersebut. Bahkan, amalan dari para rakyat akan tercermin dari tingkah laku para penguasanya.
·         Apabila rakyat di dalam negeri tersebut komitmen dalam menjalankan syari’at, maka tentu penguasanya pun demikian.
·         Apabila mereka berlaku adil, maka para penguasa akan berlaku adil kepada mereka.
·         Apabila mereka suka berbuat kemaksiatan, maka para penguasa juga akan senantiasa berbuat maksiat.
·         Apabila rakyat senantiasa berbuat makar dan tipu daya, maka tentulah penguasa demikian pula keadaannya.
·         Apabila para rakyat tidak menunaikan hak-hak Allah serta mengabaikannya, maka penguasa mereka pun juga akan berbuat hal yang sama, mereka akan melanggar dan tidak menunaikan hak-hak para rakyatnya.
·         Apabila rakyat sering melanggar hak kaum yang lemah dalam berbagai interaksi mereka, maka para penguasa akan melanggar hak para rakyatnya secara paksa, menetapkan berbagai pajak dan pungutan liar kepada mereka. Dan setiap mereka (yakni rakyat) mengambil hak kaum yang lemah, maka hak mereka pun akan diambil secara paksa oleh para penguasa. Sehingga para penguasa merupakan cerminan amal dari para rakyatnya.”
Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala.[Miftah Daaris Sa’adah, 2/177-178]
Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan mengubah penguasa yang ada. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalahnya. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du [13] : 11)
Saatnya introspeksi diri, tidak perlu rakyat selalu menyalahkan pemimpin atau presidennya. Semuanya itu bermula dari kesalahan rakyat itu sendiri. Jika mereka suka korupsi, begitulah keadaan pemimpin mereka. Jika mereka suka “suap”, maka demikian pula keadaan pemimpinnya. Jika mereka suka akan maksiat, demikianlah yang ada pada pemimpin mereka. Jika setiap rakyat memikirkan hal ini, maka tentu mereka tidak sibuk mengumbar aib penguasa di muka umum. Mereka malah akan sibuk memikirkan nasib mereka sendiri, merenungkan betapa banyak kesalahan dan dosa yang mereka perbuat.
Oleh karna itu sebagai seorang muslim yang berpegang teguh kepada Kitabullah Was Sunnah hendaknya kita selalu mendoakan pemimpin, karna ciri seorang ahlussunnah adalah mendoaakan kebaikan bagi seorang pemimpin. dan janganlah kita mengikuti thoriqoh ahlul bidah yang selalu mencela seorang pemimpin, dan bahkan mengumbar aib mereka,
Berkata Imama Al Barbahari: "seandainya ada orang yang mendoakan kebaikan kepada Penguasa maka ketahuilah dia adalah ahlussunnah, Dan apabila engkau melihat orang yang mendoakan kejelekan kepada Penguasa maka ketahuilah dia adalah seorang ahlul bid'ah".
Kita tidak akan bisa medapatkan pemimpin seperti Umar bin Khotthob rodhiyaallahu anahu yang seperti para ahlul bidah impikan dan harapkan, ini adalah hal yang sangat mustahil, karna Allah subhanahu wata'ala akan menjadikan pemimpin bagi suatu kaum sebagaimana kaum tersebut, dan pemimpin adalah cerminan daripada suatu penduduk, Allah akan menjadikan pemimpin bagi orang orang yang dholim adalah seorang yang dholim pula, sebagaimana firman Allah: “Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi penguasa bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al An’aam: 129).
Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata: “Renungkanlah hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan. Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya..” ( Miftah Daarus sa'adah)
Menghujat dan mencela atau membeberkan aib penguasa/ pemerintah, bukanlah ajaran islam. Karena islam sangatlah menghormati pemerintah muslim walaupun zhalim. Dan kita diperintah untuk taat kepada mereka, Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (penguasa) di antara kamu.”[QS. an-Nissa':59].
Dan kita harus bersabar atas kekeliruan/kesalahan/kezhaliman pemerintah kita.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang melihat sesuatu ia benci dari penguasanya maka hendaklah ia berSABAR. Barangsiapa yang meninggalkan jama’ah sejengkal saja, maka dia mati dalam keadaan (seperti saat) JAHILIYAH.” [HR. al-Bukhari, Muslim],
“Jangan kalian mencela penguasa kalian, jangan kalian menipu dan membencinya. Bertaqwa dan bersabarlah kepada Allah, sesungguhnya perkaranya dekat.”[HR. al-Baihaqi],
Sebaiknya jika pemimpin kita bersalah maka nasehatilah dengan cara yang baik, bukan dengan membeberkan aib/ kesalahannya, sebagaimana Islam sudah mengaturnya sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa, janganlah ia menampakkannya terang-terangan, akan tetapi hendaklah ia mengambil tangannya, kemudian menyepi. Apabila penguasa itu mau menerima, maka itulah yang dimaksud. Apabila tidak, sesungguhnya dia telah menunaikannya.” [HR. Imam Ahmad], oleh karena itu hendaklah kita takut kepada Allah, dan bertaqwa kepada-Nya dengan tidak menjelek-jelekan pemerintah kita di halayak ramai.
Semoga kita semua diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala..insya Allah..
Mudah-mudahan Allah menjaga kita semua dari buruknya akhlak, kesesatan dan kelemahan iman.
Sumber :
http://minangsunnah.blogspot.com/2013/03/penguasa-cerminan-rakyatnya-sebagaimana.html

No comments:

Post a Comment