Wednesday, April 23, 2014

CEMBURU

Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita. Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’. Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman atau suami/kepala keluarga yang tidak cemburu terhadap istrinya. Suami dituntut untuk memiliki cemburu kepada istrinya agar terjaga rasa malu dan kemuliaannya. Cemburu ini merupakan fitrah manusia dan termasuk akhlaq mulia. Cemburu ini dapat menjaga dan melindungi harga diri dan keluarga dari tindakan melanggar syariat. Kerusakan akhlaq dan moral atas nama modernitas telah mengikis rasa cemburu ini. Suami tidak lagi sensitif dengan penampilan istri yang mencolok, busana yang tidak menutup aurat, istrinya digoda orang lain, istrinya berkhalwat dengan pria lain.
Akibatnya pintu perselingkuhan terbuka lebar hingga berujung pada kehancuran rumah tangga.
Sa’ad bin Ubadah ra berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria bersama istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang." Nabi saw bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku”(HR Bukhari Muslim). 
"Sesungguhnya Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburuNya Allah jika seorang Mu'min melakukan apa yang Allah haramkan atasnya" (HR. Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim).

Maksiat menyebabkan rasa cemburu tereduksi dari hati seseorang
Jika rasa cemburu hilang, kecintaan orang terhadap sesuatu akan dipertanyakan. Tetapi, ternyata hakikat cemburu dalam Islam lebih mulia dan bernilai transendental ketimbang cemburu yang kerap dimaknai salah oleh orang yang sedang dimabuk cinta. Sebuah risalah sederhana yang ditulis Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil menguraikan tentang ihwal cemburu menurut Islam. Lewat karyanya yang berjudul Al-Ghirah Baina as-Syar'i wa al-Waqi', Ibrahim hendak menegaskan hakikat perasaan cemburu itu. Menurut Islam, cemburu sama sekali bersih dan terjauh dari birahi dan nafsu duniawi. Cemburu—dalam bahasa Arab memakai kata ghirah—yang dimaksud ialah kala seseorang menyaksikan sendi-sendi dan ajaran agama dilecehkan dan tidak diindahkan, hatinya tergugah dan berontak. Seorang mukmin sejati akan merasa cemburu dan tak nyaman ketika melihat larangan-larangan Allah SWT justru banyak dilanggar. “Inilah hakikat cemburu,” tulis Ibrahim. Minimnya rasa cemburu itu dari seorang mukmin menunjukkan lemahnya frekuensi iman yang dimiliki. Karena, seperti penegasan hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah, sesungguhnya Allah akan “cemburu”, demikian pula seyogianya seorang mukmin. “Kecemburuan” Allah itu tatkala larangan-larangan-Nya diabaikan. Rasulullah SAW merupakan sosok mukmin yang paling memiliki rasa cemburu dalam arti syar'i. Ini ditegaskan dalam hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah. Rasul menegaskan, dirinya merupakan figur “pencemburu” dalam pengertian syar'i. “Dan Allah lebih 'pencemburu' lagi,”sabda Rasul. Dan, para sahabat merupakan generasi berikutnya yang “mewarisi” rasa tersebut secara kental.
Perasaan cemburu itu, sangat urgen dalam Islam. Cemburu dalam pengertian syar'i itu mendatangkan kebaikan dan menghalangi keburukan. Rasa ini juga akan menciptakan suasana yang kondusif dan kontrol sosial yang tinggi di masyarakat mendatangkan kebaikan dan menghalangi keburukan.
Nurani mana yang tega saat maksiat bertebaran di sekitarnya. Perlu ada aksi konkret dengan berbagai tahapannya, seperti dakwah dengan lisan, keteladanan, atau upaya persuasif lainnya. Bila perlu represif, dengan menjunjung tinggi aturan dan norma hukum yang berlaku di masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan tegas oleh Abu Bakar kala memerangi golongan orang-orang yang murtad dan menolak membayar zakat. Ketika Umar bin Khatab mencoba menenangkan sahabatnya itu, Abu Bakar marah. “Hai Umar, jawablah: ‘Apa kita harus bersikap keras semasa Jahiliyah dan justru lembek sewaktu Islam?” Diakui, tak semua orang mempunyai rasa cemburu itu. Ada saja kelompok yang justru terjebak dalam jurang kemaksiatan. Larangan-larangan Allah tak lagi mereka indahkan. Tak ada lagi batasan halal dan haram. Dan, ini mereka jadikan sebagai jalan hidup. Merugilah mereka.
“Dan, apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS al-A'raf [7]:28).
Faktor penyebab penyusutan atau bahkan hilangnya rasa cemburu itu, antara lain, tindakan dosa dan maksiat. Ini kaitannya dengan frekuensi keimanan seseorang yang akan menambah saat tak bermaksiat dan akan terdegradasi akibat perbuatan dosa.
Ibn al-Qayim dalam kitabnya yang berjudul Ad-Daa' wa ad-Dawaa'mengatakan, salah satu dampak dari perbuatan dosa, yakni memadamkan api kecemburuan dalam hati, padahal api tersebut merupakan senyawa penting untuk keberlangsungan hidupnya, seperti peran krusial suhu panas untuk tubuh manusia. Suhu panas cemburu mengeluarkan dan mencegah tindakan dan sikap keji. Maka, penting menjaga agar suhu panas cemburu itu tetap bertahan dalam hati. Membiarkannya padam hanya akan mengantarkan seseorang ke arah jalan yang tak menentu. Dan, sebab itu berdoalah agar Allah SWT senantiasa melimpahkan hidayah-Nya.
Bahayanya Cemburu Buta (Berlebihan)
Rasulullah bersabda: “Rasa cemburu ada yang disukai Allah dan ada pula yang tidak disukai-Nya. Kecemburuan yang disukai Allah adalah yang disertai alasan yang benar. Sedangkan yang dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar (cemburu buta).” (HR. Abu Daud).
Menurut Mu’awiyah terdapat tiga macam kemuliaan, yaitu sifat pemaaf, mampu menahan lapar dan tidak berlebihan dalam memiliki rasa cemburu buta, karena berlebihan itu merupakan hal melampaui batas dan merupakan suatu kezhaliman terhadap pasangannya. Ciri cemburu buta: memonitor pasangan setiap waktu (kemana, dengan siapa, sedang apa), tidak mau mengakui kesalahan, tidak tenang, ingin selalu diajak ke mana pun dan kapan pun, kasar (sering marah, berteriak, memukul, merusak barang). Cemburu buta itu merugikan, menyiksa jiwa, merusak kehidupan rumah tangga, mendorong pelanggaran syariat, seperti banyak mengeluh, mencela, berprasangka buruk sehingga menuduh orang yang tidak bersalah, curiga terhadap sesuatu yang belum jelas dan pasti, rasa was-was yang berasal dari setan (QS. An-Naas:3-6).  Allah swt berfirman, “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9).
Tips Mengatasi Cemburu Buta
Penyebab timbulnya cemburu buta adalah: lemahnya iman dan lalai dari mengingat Allah swt, godaan provokasi setan, hati yang berpenyakit, hanya fokus pada kekurangan pasangan, rasa minder dan kurang percaya diri, kurang menjaga syariat yang berkaitan dengan pergaulan pria dan wanita. Bisa juga pengalaman masa lalu yang kurang perhatian dari orang terdekatnya, atau terlalu dimanja. Akibatnya, setelah menikah ingin mendapatkan perhatian yang berlebihan dari pasangannya.

Cara mengatasi cemburuan buta: bertakwa kepada Allah swt, tenangkan hati dengan zikrulloh, bersihkan jiwa dari cemburu buta, jauhi perilaku menyakiti hati pasangan, mengumpulkan pahala yang besar dalam bersabar mengendalikan cemburu, menjauhi pergaulan yang buruk, berprasangka baik(positif thinking), hitung semua kebaikan pasangan, bersikap qana’ah (menerima segala ketentuan Allah swt dengan lapang dada), selalu mengingat kematian dan hari akhirat, berdoa mohon pertolongan Allah swt, sibukkan diri dengan amal sholeh, bangun kepercayaan dan keterbukaan terhadap pasangan, telfon monitoring yang berkali-kali jawablah sekali saja dengan tegas dan lugas lalu matikan, saling memberikan pujian pada pasangan. Wallahu a’lam. 


 Daftar Pustaka

Top of Form

No comments:

Post a Comment